Jumat, 29 Oktober 2010

Monumen Nasional & Museum Sejarah Nasional












Inilah beberapa gambar yang saya ambil di Monas dan didalam Museum Sejarah Nasional, Ruang besar museum sejarah perjuangan nasional dengan ukuran luas 80 x 80 meter, dapat menampung pengunjung sekitar 500 orang. Ruangan besar berlapis marmer ini terdapat 48 diorama pada keempat sisinya dan 3 diorama di tengah, sehingga menjadi total 51 diorama. Diorama ini menampilkan sejarah Indonesia sejak masa pra sejarah hingga masa Orde Baru. Diorama ini dimula dari sudut timur laut bergerak searah jarum jam menelusuri perjalanan sejarah Indonesia; mulai masa pra sejarah, masa kemaharajaan kuno seperti [[Sriwijaya[[ dan Majapahit, disusul masa penjajahan bangsa Eropa yang disusul perlawanan para pahlawan nasional pra kemerdekaan melawan VOC dan pemerintah Hindia Belanda. Diorama berlangsung terus hingga masa pergerakan nasional Indonesia awal abad ke-20, pendudukan Jepang, perang kemerdekaan dan masa revolusi, hingga masa Orde Baru di masa pemerintahan Suharto.

Sebenarnya bagus sekali untuk pengetahuan anak-anak mulai dari usia sekolah untuk lebih mengenal sejarah-sejarah yang ada di Monas dan Museum Sejarah Nasional ini.
Setiap hari libur pun Monas juga sering dikunjungi oleh masyarakat yang ingin berolahraga, karena kawasan sekitar Monas saat pagi hari itu udaranya cukup sejuk, mungkin bagi anak-anaknya mereka senang bermain disana.

Jadi, kawasan Monas yang terletak di Paru-paru kota itu sangatlah bagus untukmasyarakat Ibukota untuk berwisata sambil belajar sejarah. Biaya masuk disana pun sangat terjangkau. Jadi mari kita bermain sambil belajar disana....

Pemandangan Indah Kota Jakarta Dari Atas Monas(Monumen Nasional)




Pada waktu semester dua lalu saya mengunjungi Monumen Nasional dengan ke tiga teman saya, dan saya mengambil beberapa gambar pemandangan kota Jakarta dari atas sana, betapa indahnya jika kota Jakarta bisa kita lihat dari jarak yang tinggi.

udara diatas Monumen Nasional pun sangat sejuk anginnya besar,, senang sekali jika berkunjung kesana.

Kamis, 21 Oktober 2010

“Jika Anak-anak Merasa Tentram Dalam Kehidupannya, Maka Anak akan Belajar Percaya Kepada Dirinya dan Kepada Orang Lain…”

Orang tua lah pemegang pertama dari cerminan kepercayaan terhadap anak. Anak-anak pun perlu tahu bahwa orang tua akan hadir bagi mereka, apa pun yang terjadi: hal ini lah yg dimaksudkan merasa tentram. Ketika anak-anak tahu bahwa mereka dapat mengandalkan orang tua untuk menanggapi kebutuhan-kebutuhhan mereka, dan menghormati mereka, maka mereka akan belajar mempercayai orang tuanya.
Anak-anak sangat membutuhkan kepercayaan diri dan bagaimana mereka memandang segalanya teratur untuk mengambil tindakan. Kalau mereka tidak percaya terhadap keputusan-keputusan mereka sendiri atau tidak percaya kepada diri sendiri, sangatlah sulit bagi mereka untuk berrsikap asertif. Salah satu cara yang dapat orang tua lakukan untuk membantu mereka dalam mengembangkan kepercayaan diri adalah dengan memberikan kepercayaan terhadap anak.
Yang orang tua inginkan adalah anak-anak yang memiliki kepercayaan dasar tehadap dirinya dan orang lain.harapannya adalah agar sang anak mempunyai harapan positif terhadap orang lain. Orang tua juga mengharapkan anak-anak bisa diandalkan dalam hubungan-hubungan mereka dan juga janji-janji mereka.
Namun orang tua juga bisa memberikan kepercayaan anak-anak dalam memilih masa depan yang akan mereka jalani, seperti memilih karir, menangani tanggung jawab, serat soal perasaan jatuh cinta oleh pasangannya, hal ini akan menjadikan pengalaman hidup yang penuh makna juga untuk sang anak.
Jadi, jika anak sudah mempunyai keyakinan terhadap diri sendiri terhadap kompetensi dasar mereka, itikad baik mereka, dan kemampuan keseluruhan mereka, tidak banyak yang takkan dapat mereka capai kalau mereka bertekad mencapainya.

Selasa, 12 Oktober 2010

“Jika Anak-anak Diajarkan Persahabatan, Maka Ia Akan Merasa Dunia Ini Menyenangkan…”

Dunia pertama anak-anak adalah keluarganya. Dari lingkungan keluarganya mereka belajar apa yang harus mereka hargai, bagaimana mereka harus berperilaku, dan apa yang harus mereka antisipasikan dari kehidupan, lewat ribuan saat yang tampaknya tidak penting dalam kehidupan keluarga sehari-hari. Seringkali anak-anak menangkap pesan yang paling kuat tentang nilai-nilai kita dan perilaku kita sadar mereka sedang memperhatikan.
Seberapa bersahabatkah dunia pertama yang kita berikan kepada anak-anak kita? Apakah kia berbicara kepada mereka dengan sopan, dengan tata krama? Apakah kita menerima mereka apa adanya ketimbang berusaha menjadikan mereka seperti yang kita kehendaki? Apakah kita tidak mengahakimi mereka, percaya bahwa niat mereka biasanya baik? Apakah kita ingin tahu dan bersemangat mengikuti minat-minat baru mereka?
Lingkungan rumah tangga yang bersahabat adalah dimana upaya anak-anak itu didorong, diakui, dan dipuji; dimana kesalahan mereka, kekurangan mereka, dan perbedaan individual mereka ditolerir. Dimana mereka diperlakukan dengan adil dan dengan sabar, dengan pengertian, dengan kemurahan, dan dengan pertimbangan. Yang jelas ada saat-saatnya ketika kita harus menyatakan kuasa kita sebagai orang tua, tetapi kita dapat melakukannya dengan cara yang bersahabat dan hangat, tetapi tegas, ketimbang mengendalikan atau dingin. Kita dapat menciptakan lingkungan keluarga yang mendukung dan mempunyai harapan yang positif terhadap anak-anak kita, sambil tetap menetapkan batasan-batasan bagi mereka.
Setiap harinya kehidupan keluarga menciptakan pola yyang akan mereka ciptakan kembali dalam rumah tangga mereka setelah dewasa nanti. Kita ingin mengembangkan hubungan dengan anak-anak yang sehat, cukup cepat pulih untuk tahan terhadap friksi-friksi keluarga yang pasti terjadi, dan cukup kokoh untuk bertahan hingga mereka dewasa. Kita ingin mereka menikmati liburan bersama dan perayaan keluarga bersama, terutama setelah mereka membentuk keluarga sendiri. Kita ingin mereka tumbuh dengan pandangan hidup yang positif, yang akan membantu mereka tumbuh dengan pandangan hidup yang positif, yang akan membantu mereka menemukan tempat mereka didunia dan menikmati apa yang diberikan didunia.

Selasa, 05 Oktober 2010

Kalau Anak-anak Banyak Dikritik, Mereka Akan Belajar Mengutuk

Dalam konteks Psikologi Anak, anak-anak diibaratkan adalah sebuah busa. Mereka serap segala yang kita perbuat, segala yang kita ucapkan, dan segala yang mereka lihat. Jadi, kalau kita jatuh kedalam pola bersikap kritis, mengeluhkan tentang mereka, orang lain, atau dunia disekeliling kita, kita tunjukan tunjukan kepada mereka bagaimana caranya mengutuk sesama, atau mungkin lebih parah lagi, mengutuk diri mereka sendiri. Kita mengajari mereka untuk melihat apa yang salah dengan dunia ini, ketimbang apa yang benar.

Kritik dapat disampaikan dengan berbagai cara dan kata-kata, nada suara, atau bahkan pandangan. Kita semua tahu, bagaimana caranya memberikan pandangan yang mengutuk, atau menambahkan nada kritik terhadap kata-kata kita. Anak-anak kecil terutama sangat peka terhadap bagaimana kata-kata itu diucapkan, dan akan memasukkannya kedalam hati. Seperti misalnya ada orang tua yang mengatakan terhadap anaknya ”jangan sampai tumpah ya minumannya” namun dalam contoh lain ada orang tua yang sedang repot karena terburu-buru harus menyiapkan sarapan pagi mengatakan ”kamu nakal sekali menumpahkan susu ini”. Kedua contoh tadi belum tentu efektif namun sang anak mendengar kedua pesan ini dengan sangat berbeda, dan pesan yang kedua bisa saja membuat si anak tidak bangga terhadap dirinya sendiri.

Terlalu sering mengkritik yang terlepas dari kemana diarahkannya akan berdampak akumulatif, yang menciptakan suasana menghakimi dalam kehidupan keluarga. Sebagai orang tua, kita mempunyai pilihan, kita bisa menciptakan suasana emosional yang kritis dan mengutuk, atau suasana yang dapat mendukung dan mendorong motivasi anak dengan baik.