Dalam konteks Psikologi Anak, anak-anak diibaratkan adalah sebuah busa. Mereka serap segala yang kita perbuat, segala yang kita ucapkan, dan segala yang mereka lihat. Jadi, kalau kita jatuh kedalam pola bersikap kritis, mengeluhkan tentang mereka, orang lain, atau dunia disekeliling kita, kita tunjukan tunjukan kepada mereka bagaimana caranya mengutuk sesama, atau mungkin lebih parah lagi, mengutuk diri mereka sendiri. Kita mengajari mereka untuk melihat apa yang salah dengan dunia ini, ketimbang apa yang benar.
Kritik dapat disampaikan dengan berbagai cara dan kata-kata, nada suara, atau bahkan pandangan. Kita semua tahu, bagaimana caranya memberikan pandangan yang mengutuk, atau menambahkan nada kritik terhadap kata-kata kita. Anak-anak kecil terutama sangat peka terhadap bagaimana kata-kata itu diucapkan, dan akan memasukkannya kedalam hati. Seperti misalnya ada orang tua yang mengatakan terhadap anaknya ”jangan sampai tumpah ya minumannya” namun dalam contoh lain ada orang tua yang sedang repot karena terburu-buru harus menyiapkan sarapan pagi mengatakan ”kamu nakal sekali menumpahkan susu ini”. Kedua contoh tadi belum tentu efektif namun sang anak mendengar kedua pesan ini dengan sangat berbeda, dan pesan yang kedua bisa saja membuat si anak tidak bangga terhadap dirinya sendiri.
Terlalu sering mengkritik yang terlepas dari kemana diarahkannya akan berdampak akumulatif, yang menciptakan suasana menghakimi dalam kehidupan keluarga. Sebagai orang tua, kita mempunyai pilihan, kita bisa menciptakan suasana emosional yang kritis dan mengutuk, atau suasana yang dapat mendukung dan mendorong motivasi anak dengan baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar